Sunday, November 3, 2013

Anak adalah Rejeki

rezeki anak
Apa yang dikatakan orang-orang bahwa anak membawa rejekinya masing-masing, sungguh saya rasakan betul kenyataannya. Selain "menikah adalah pintu rejeki", kata orang-orang “anak adalah rejeki” juga sangat saya percayai. Sebelum saya menikah saya bekerja disebuah perusahaan kecil, gaji saya per bulan, secara matematis menurut perhitungan saya sendiri pendapatan saya masih jauh untuk mencukupi kebutuhan anak dan istri dengan standart layak di kota Jakarta. Seringkali ketidak-percayaan diri muncul, apalagi hidup di Jakarta tidak mudah, biaya hidup yang tinggi menjadi pertimbangan saya untuk berpikir dua kali melamar anak orang :).



Namun ketika saya melihat kehidupan orang-orang disekitar atau teman-teman yang telah menikah, sebenarnya pendapatan saya masih lumayan. Beberapa malah ada yang jauh lebih bawah dari pendapatan saya, namun mereka bisa menghidupi keluarganya. Jika pertanyaannya sudah layakkah hidup mereka? Mungkin pertanyaan ini relatif, ukuran layaknya seperti apa? Berbekal berbagai macam pertimbangan termasuk umur, dan lain-lain, akhirnya saya menetapkan  harus secepatnya menikah. Rejeki nomor 2, keyakinan saya, menikah adalah pintu rejeki, insyaallah akan dimudahkan setelah menikah.
Setelah menikah saya masih bekerja diperusahaan tersebut, pendapatan sedikit naik, disamping gaji saya naik, istripun bekerja juga. Sedikit pintu rejeki makin terkuak agak lebar.
Awal-awal kehamilah istri saya yang sering mengalami masalah membuat pengeluaran jauh lebih banyak, bahkan tabunganpun tersedot. Setiap periksa kehamilan ke dokter spesialis, pada awalnya minimal Rp. 300.000 saya keluarkan, setelah mengalami masalah kehamilan selanjutnya, per control ke dokter sekaligus tebus obat keluar duit 1 juta keatas, dan itu dalam sebulan tidak sekali, bisa tiga atau empat kali. Bulan ke tiga istri harus opname karena pendarahan, dan seterusnya.. Belum lagi untuk biaya kehidupan sehari-hari, bayar kontrakan, transport, rekening listrik dan macam-macam, Puyeng dah… J Belum lagi mertua sakit dan harus diopname, secepat kilat pesan tiket pesawat, terbang pulang kampung. Tak berapa lama setelah keluar rumah sakit, mertua akhirnya meninggal, kembali lagi kami berdua, saya dan istri pulang kampung. Pengeluaran seperti banjir bandang. Memasuki bulan ke lima saya di terima diperusahaan lainnya, tentunya dengan gaji yang lebih besar. Dari sinilah saya merasakan perubahan yang signifikan, ada saja rejeki yang mampir ke rekening J. Berapapun biaya perawatan kehamilan masih bisa tercover dan masih bisa menyisakan sedikit buat nabung dan beli-beli perlengkapan persalinan dan masih bisa bolak-balik pulang kampung. Pada akhir bulan ke delapan ketika istri harus di cesar karena masalah air ketuban yang bocor, saya diangkat menjadi pegawai tetap di perusahaan. Otomatis saya dan keluarga juga tercover ASKES dari perusahaan. 80% biaya persalinan dengan cesar di cover ASKES. Alhamdullah anak pertama saya lahir dengan kondisi sehat, demikian juga dengan ibunya. Dari rangkaian kejadian inilah saya betul-betul meyakini bahwa anak memang membawa rejekinya masing-masing, walaupun datangnya dari berbagai macam jalan dan cara. Kata para ustad yang sering nongol di TV, kuncinya adalah 1. Syukur (realisasinya: ibadah, berdoa, berbuat amaliyah lainnya). 2. Ikhlas (realisasinya: menjalani semuanya dengan sabar dan percaya bahwa ada rencana dibalik semua yang kita alami), ini menurut ustad yang di TV lho ya... :) Tetapi insyaallah itu benar.
Inilah sedikit cerita pengalaman mengenai keajaiban mempunyai anak. 

No comments:

Post a Comment